Kamis, 24 September 2009

Kado Buat Presiden Kita

Terpilihnya kembali bapak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden Republik Indonesia periode 2009-2014 patut kita acungi jempol, atau minimal kita angkat topi dan salut terhadap apa yang selama ini dicapai beliau beserta jajaran kabinetnya. Ini membuktikan bahwa segala tindak-tanduk presiden kita tersebut benar-benar sreg, karena telah mampu memenuhi aspirasi hampir sebagian besar masyarakat Indonesia. Sehingga mereka pun benar-benar puas, atau sekurang-kurangnya dapat melihat roda negara yang mereka cintai berjalan sebagaimana mestinya.

Meskipun uneg-uneg ini saya kira agak sedikit terlambat untuk dikemukakan, namun saya melihat ada sisi positif yang dapat saya petik dari nuktah bersejarah ini, yaitu adanya kreatifitas dan kejelian beliau dalam menyikapi sebuah polemik, sehingga masyarakt tak merasa bosan dengan kepemimpinan beliau. Di samping itu, kelincahan beliau dalam memanage organisasi negara ini, sehingga negara tetap berjalan pada porosnya membuat para masyarakat selalu terkesima dengan kinerjanya.

Dua bagian itulah yang sanggup mengantarkan beliau mendapatkan kembali kepercayaannya untuk menjadi presiden setelah sebelumnya juga memperoleh kepercayaan yang sama. Atau, kita sah-sah saja mengatakan –tanpa maksud berlebihan– bahwa dalam diri beliau telah tumbuh multi talenta seorang pemimpin dengan beberapa karakteristiknya yang khas.

Namun ada hal yang saya anggap sebagai uneg-uneg, yang perlu saya utarakan di sini. Yakni bahwa bila seorang pemimpin dipilih untuk yang kedua kalinya, maka dia berhak dengan sendirinya dua hal;

Pertama, berhak untuk gembira, karena dengan begitu secara tidak langsung dia dipuji dan dipuja sebab telah menjalankan amanatnya sebaik mungkin. Syukur-syukur kalau dibarengi dengan keikhlasan yang mendalam. Artinya dia bekerja bukan karena memang untuk menjalankan fungsinya saja sebagai pemimpin, tetapi lebih dikarenakan adanya sense of belonging (rasa memiliki / kebersamaan) yang terpatri di dalam jiwanya sehingga secara otomatis ada gerak hati yang memotivasinya untuk menjalankan amanat tersebut. Apakah pak SBY seperti ini? Wallahu a’lam.

Kedua, dia berhak untuk bersedih. Ini disebabkan pertama, karena jabatan itu memang merupakan sebuah ujian yang rentan dengan fitnah dan berbagai macam cobaan yang mana kita mesti harus lulus di dalamnya. Yang kedua, biasanya kepemimpinan yang kedua tidaklah secerah yang pertama, dengan kata lain tidaklah sesukses dan seheboh yang pertama. Ini sama halnya dengan produksi film-film Hollywood. Jarang kita temukan sebuah film yang dibuat bagian keduanya, atau katakanlah part two, mengulang kesuksesannya yang pertama. Ambillah contoh film Jurrasic Park garapan sutradara kenamaan Stephen Spielberg, ternyata setelah dibuat sekuelnya yang kedua yang berjudul The Lost World tidaklah sanggup mengulang kesuksesan yang pertama.

Kalau kita lihat di dalam negeri, kita pernah melihat film manis yang diadaptasi dari sebuah novel terkenal bertema sosial, Laskar Pelangi, hasil garapan sutradara kenamaan Riri Reza. Ketika muncul film kelanjutannya yang juga diambil dari novel terkenal karangan orang yang sama, yakni Sang Pemimpi, ternyata tidaklah seindah dan seheboh Laskar Pelangi yang begitu natural dan indah, bahkan sempat menyita perhatian para pejabat tinggi negeri kita.

Tapi nampaknya terasa kurang bijak memang bila sebuah kepemimpinan dianalogikan dengan karya film, karena dalam dunia perfilman yang merupakan produk seni dan apresiasi terdapat beberapa unsur yang tidak diketemukan dalam suatu organisasi atau negera. Cuma, ada satu kesamaan antara membuat film dengan memimpin negara ini yang bisa diambil sebagai pelajaran darinya, yaitu kedua-duanya dibutuhkan unsur kreatifitas dalam berkarya agar penonton tidak lekas bosan dengan usaha kita.

Dalam hal ini, saya sangat berharap presiden SBY sebagai pemimpin negara kita, mampu berkreasi sehingga negeri ini tidak stagnan alias mati suri, syukur-syukur bila negara kita bisa menjadi teladan di lingkungan negara-negara tetangga sekawasan, setidaknya di kawasan ASEAN misalnya. Bukan tidak mungkin negeri kita dalam lima tahun ke depan menjadi negeri yang makmur sejahtera yang mendapat julukan baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Semoga..!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar