Selasa, 06 Oktober 2009

Nasionalisme di Dunia Arab

Bangkitnya gerakan nasionalisme Arab merupakan lanjutan dari modernisme Islam dari Afghani dan Abduh yang berakhir dengan dua jalur besar ; reformasi yang makin konserfatif dari Rashid Ridho dan Nasionalisme yang liberal dan sekuler dari lapisan elite Mesir. Kaum nasionalisme Arab menegaskan tentang bangsa Arab, sebuah identitas nasional dan solidaritas nasional berakar pada bahasa yang sama, sejarah, kultur, geografi dari rakyat Arab.

Walaupun Arab-Kristen dari imperium Utsmani sudah memelihara identitas dan kebangsaan nasionalisme Arab melalui perkembangan literatur dan persekutuan-persekutuan rahasia menjelang akhir abad 19, akan tetapi gagal untuk menjadikan gerakan maupun ideologi yang populer. Hal ini disebabkan nasionalisme Arab dari pihak Islam lebih populer.

Kaum nasionalisme Arab senantiasa mengemukakan soal peranan Islam dalam nasionalisme Arab. Hal ini tidak luput dari pokok perbincangan mengenai peranan Islam yang tradisional dalam memberikan ideologi dan legitimasi bagi susunan sosio-politik di timur tengah, subkultural Islam dalam kalangan bangsa Arab berbeda dengan lapisan elite yang kini berorientasi ke Barat. Sejarah Arab, identitas, kebanggaannya, dan bahasanya berkaitan erat sekali dengan Islam. Sepanjang sejarah Arabisme dan Islam saling berhubungan akrab sekali : bahasa Al-Qur'an, Muhammad, ekspansi Islam pada masa pemulannya, seluruhnya muncul di Arab.

Para penulis nasionalis Arab ataupun berbagai organisasi, baik yang muri maupun yang bersifat pragmatis politik tidak perna luput mengemukakan hubungan Arab dengan Islam. Hal ini semakin kena rangsangan oleh penolakan pihak-pihak pemuka agama tradisional yang menyatakan nasionalisme itu hanya suatu partikularisme yang berlawanan dengan pesan misi dan watak yang universal dari masyarakat Islam yang tradisional.

Tuduhan dan kecaman datang dari kelompok-kelompok Revivalist Islam seperti Ikhwān Al-Muslimin diMesir dan Jama’ah Islāmīyah di Pakistan, jika nasionalisme Arab atau ideologi apapun berkeinginan efektif, maka hubungannya yang positif dengan Islam, justru legitimasinya mestilah selalu dikemukakan.

Tokoh-tokoh nasionalisme Arab
Di antara tokoh-tokoh yang mengemukakan masalah Islam dan nasionalisme Arab adalah :
a. Shakib Arsalan (1869-1946), ia sahabat akrab dan sekutu Rashid Ridho. Ia menyerahkan hidupnya bagi kepentingan nasionalisme Arab di timur tengah dan Afrika Uatara, dan tetap mempertahankan watak Islam bagi nasionalisme Arab.
Menurutnya, kekuatan dan inspirai bangsa Arab, sejarahnya dan peradabannya adalah Islam. Kemundurannya disebabkan kenyataan bahwa”semangat nenek moyang kita, kesetiaannya, dan ketaatannya terhadap keimanan sudah lenyap dari kalangan ummat Islam”

Ia mengutuk Ultra modern dan conservative conventionalits, disebabkan mereka itu meruntuhkan Islam dalam lingkungan mereka sendiri. Ia mengecam kaum koservatif dikarenakan mereka Blind obstinacy (Taqlid buta yang fanatik) dan mempertahankan paham-paham yang sempit dan membikin ummat Islam cuma permasalahan ibadat untuk akhirat.

Menurut Arsalan, Islam memberikan basis bagi nasionalisme Arab, nasionalisme muslim, dan pembaharuan Islam. Islam sudah memberikan kesatuan, kekuatan dan kemakmuaran pada masa lamapu, justru: jikalau pihak muslim tabah dan berjuang, mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, mereka akan bisa mencapai tingkatan eropa, Amerika, dan jepang, bahkan lebih dari mereka. Islam lebih punya kwalifed untuk maju dibanding dengan lainnya.

b. Sati al-Husri (1880-1964), pemikiran tidak jauh berbeda dengan Arsalan, akan tetapi pemikiran tentang nasionalismenya lebih spesifik mengenai perso’alan-persoa’lan yang dibangkitkan oleh nasionalisme Arab, nasionalisme Mesir, pan-Islami. Sekalipun ia dilahirkan di Syria, ia berangkat dewasa, menjalani pendidikan, dan menjadi pegawai Imperium Utsmani di Istanbul. Disanalah ia berkenalan dengan filsafat politik Eropa dalam perguruan-perguruan tinggi.

Nasionalisme bagi Sati bukanlah secara gampang didasarkan pada kemauan orang membentuk dan menetukan identitasnya dalam suatu kelompok. Bahkan, sepanjamg realitas, mempunyai basis yang obyektif. Pertama dan yang teramat penting, nasionalisme berakar dalam bahasa. Disusul oleh sejarah dengan kebudayaan yang sama. Bangsa Arab menurutnya, suatu fakta yang obyektif, menjangkau wilayah-wilayah regional dan memadu seluruh pihak yang bahasanya Arab, karena bahasa menempati ikatan nasionalis yang paling primer, yang sejarah dan agamnya mendukung dan mengukuhkannya.

Sati mengungkapkan argumentasinya dalam usahanya untuk mempersatukan bangsa Arab, bahwa wilayah geografis yang demikian luas beserta ragam bahasa sukar direalisir, kesatuan muslim sepanjang faktual hanya berupa lambang dari pada kenyataan. Pada akhirnya Sati tidak menerima ide kesatuan Islam, yang disuarakan oleh kaum konservatif, karena menurutnya kesatuan Arab bukanlah mengesampingkan komitmen yang telah berlangsung selama ini. Kesatuan Arab itu tahap untuk membentuk kesatuan pan-Islami.

c. Abdul al-Rahman al-Bazzāz (1913-1972), ia lahir dan besar di Iraq, ahli hukum, sejarah, politik, menjabat dekan Fakultas Hukum di baghdad tahun 1955 dan perdana menteri tahun 1968,
Ia mengungkapkan argumentasi Nasionalisme Arab dan Islam itu keselarasan yang sempurna, disebabkan Islam adalah agama bangsa Arab. Keduanya mempunyai hubungan yang sangatlah erat, karena Arab adalah tulang punggung Islam. Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab. Islam itu refleksi jiwa Arab dan sumber yang tak perna hilang.
Sekalipun al-Bazzāz terkenal dengan pembaharu Islam seperti Rashid Ridho, akan tetapi sepanjang kenyataan ia berpaling dari kesatuan Islam kepada kesatuan Arab-muslim sebagai penegasan yang paling primer.

Pemikiran-pemikiran nasionalisme
Diantara pemikiran yang dibawa gerakan nasionalisme adalah :
- Bangsa Arab adalah bangsa yang satu, yang berdasarkan pada kesatuan bahasa, darah, historis geografis dan kesatuan cita-cita untuk maju.
- Mengajak masyarakat Arab untuk melepaskan diri dari penyelewengan dan kemorosotan untuk lebih maju.
- Kesatuan bangsa Arab merupakan hal yang realistis, adapun kesatuan Islam masih dalam bayang-bayang, karena letak geografinya yang tidak memungkinkan. Untuk itu harus diwujudkan negara kesatuan dan pemerintahan Arab, dengan sistem sekular.
- Agama pada dasarnya milik Tuhan, sedangkan tanah air milik semuanya, oleh sebab itu, kemajuan bangsa Arab harus dilakukan bersama-sama baik oleh orang muslim maupun orang non muslim.

Analisa dari pemikiran nasionalisme Arab
Sekalipun pemikiran gerakan nasionalisme Arab mendapat tantangan yang keras oleh kaum konservatif, namun gerakan ini banyak mendapat respon positif dari bangsa Arab sendiri. Hal ini terbukti dengan banyaknya gerakan ini di negara-negara Arab, di antaranya di Syria muncul beberapa gerakan nasionalisme Arab seperti, al-Jam’iyyah al-Suriyah, al-jam’iyah al-sarîyah, Jam’iyah huqûq al-milah al-Arabîyah, al-Jamīyāt al-Islāhīyah tahun 1912 di Beirut, Damaskus,Halb, Baghdad, Bashrah dan Mousil yang beranggotakan campuran orang muslim dan Naroni, dan muncul gerakan-gerakan nasionalisme di negara Eropa yang dipelopori oleh para pemuda Arab.

Akan tetapi implikasi yang ditimbulkan dari gerakan ini adalah lemahnya kekuatan Islam, karena gerakan ini yang paling dikemukakan adalah ke-Arab-annya, bukan ke-Islam-annya. Oleh sebab itu gerakan ini mengalami kemunduran dan tidak mendapat tanggapan pada masa sekarang ini, apalagi oleh orang muslim yang berada di luar Arab.

Kalau dikaji melalui pendekatan Histories, munculnya gerakan nasionalisme Arab akibat dari masuk kolonial bangsa Eropa di wilayah Arab , sehingga memporak porandakan masyarakat muslim, dan muncullah beberapa perlawan dari bangsa Arab. Untuk membangkitkan emosi mereka dalam melawan bangsa kolonial maka muncullah pemikiran untuk mempersatukan bangsa Arab.

Disinyalir, bahwa nasionalisme Arab dipicu oleh anti pati orang-orang non muslim terhadap bangsa Arab, dengan menyuarakan, bahwa mereka tidak memusuhi Islam, akan tetapi yang menjadi musuh mereka adalah bangsa Arab, dengan mengatakan bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang keji, kejam, suka akan kekerasan. untuk itu rasa emosional sebagai bangsa Arab muncul, padahal tujuan mereka untuk memecah belah ummat Islam, cara ini ditempuh agar kekhilafahan Utsmaniyah menjadi lemah, karena Turki bukanlah termasuk bangsa Arab. Jadi dengan membagkitakan nasionalisme dan memetak-memetak orang Islam, maka kekhilafan Islam akan lemah dan mudah untuk dikalahkan.

Banyak tokoh yang menilai, bahwa nasionalisme yang berkembang di Arab merupakan implementasi dari usaha-usaha orang non Muslim untuk mencerai beraikan orang-orang Muslim dengan menggembor-nggemborkan perbedaan antara etnis. Seperti yang diungkapakan oleh Fathi Yakan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar