Sebagai ajaran universal yang bertujuan sebagai agama rahmatan lil-‘ālamīn, Islam selalu
memperhatikan segala sisi kehidupan pemeluknya, dalam arti mengatur kehidupan
mereka melalui norma-norma religius yang termanifestasi dalam teks-teks
keagamaan. Oleh karena itu, dua sumber utama ajaran Islam, al-Qur’ān dan hadits,
dipercaya sebagai sumber hukum yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam segala
tindakan manusia. Maka dari sinilah, muncul istilah ‘hukum Islam’, yakni sebuah
tatanan hukum yang bersumber dari syarī‘at Islam.
Sebagai hukum yang hidup, yang inheren dalam kehidupan umat Islam, maka
hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan umat, sehingga hukum Islam
tidak lagi dirasakan sebagai norma-norma hukum yang dipaksakan dari luar diri
mereka. Dan dengan alasan sebagai hukum yang hidup ini, maka hukum Islam diyakini
dapat dilaksanakan oleh umat Islam di mana saja, bahkan di negara-negara yang
masyarakat Islamnya tergolong minoritas.
Hukum Islam sebagai hasil pemikiran dan pemahaman seperti halnya hukum
Islam sebagai wahyu Tuhan memiliki tujuan yang sangat ideal, yang telah
dibukukan bersamaan dengan berkembangnya Islam. Namun dalam perjalanannya,
teori-teori yang telah terbukukan tersebut tidak begitu saja dapat dijalankan
dalam kehidupan umat manusia, ini berarti terdapat kesenjangan antara teori
dengan praktek.
Kecenderungan hukum di dunia Islam
Dilihat dari isu-isu yang berkembang dalam hukum Islam pada masyarakat
Muslim saat ini, dapat dikatakan bahwa setidaknya ada dua kecenderungan yang
menonjol. Pertama, hukum Islam
telah berubah dan bergeser dari orientasinya yang menekankan persoalan ibadah
(urusan vertikal manusia dengan Tuhan) di masa lalu menjadi persoalan mu‘āmalah (urusan dengan sesama
manusia) dewasa ini.
Kecenderungan kedua, dalam
perkembangan kontemporer hukum Islam di negara-negara Muslim ialah bahwa
perdebatan hukum tidak lagi mengacu kepada satu madzhab saja, tetapi
madzhab-madzhab lain juga dijadikan rujukan dalam membahas masalah hukum.
Bahkan menerima pemikiran-pemikiran tidak hanya dari aliran-aliran hukum yang
telah diakui di kalangan Sunnī (Hanafī, Mālikī, Shāfi‘ī, dan Hanbalī), tetapi
juga pemikiran para fuqahā’ lain yang tidak mengikuti salah satu madzhab yang
empat, seperti pemikiran Sayyid Sābiq dalam Fiqh al-Sunnah ataupun asas-asas hukum adat (al-‘ādah muhakkamah).
Dalam praktek lapangan di dunia Islam, ditemukan adanya doktrin dari
madzhab-madzhab yang berbeda yang semuanya mempunyai otoritas yang sama. Atas
latar belakang itulah pemikiran hukum di negara-negara Timur Tengah dan
sekitarnya berkembang. Selama beberapa dekade terakhir ini, kodifikasi hukum
keluarga telah nampak di sebagian negara-negara ini, dan satu keistimewaan yang
paling mencolok dati kitab undang-undang itu adalah adanya sintesa yang luas
dari doktrin yang berbeda yang berasal dari madzhab yang berbeda pula.
Prinsip yang mendasari undang-undang tersebut adalah adanya otoritas
politik yang mempunyai kekuatan, demi kepentingan keseragaman, agar memilih
satu peraturan diantara varian-varian yang berstatus sama, dan pilihan dari
peraturan itu dibuat secara sederhana atas dasar keinginan masyarakat. Kitab
undang-undang itu memasukkan varian-varian tersebut yang dianggap paling cocok
untuk ukuran sekarang dan keadaan masyarakat. Ini artinya hukum yang sekarang
terkodifikasi dan berlaku di negara-negara Islam cenderung mengikut prinsip talfīq (seleksi), yakni
mengkombinasikan berbagai madzhab untuk membentuk peraturan tunggal.
Menurut prinsip talfīq dari
doktrin madzhab-madzhab fiqh Islam yang berbeda, penulis kitab undang-undang
bebas mengambil seluruh bahan dari doktrin tradisional (fiqh klasik) dan dari
sini memilih ketentuan-ketentuan yang dianggap paling sesuai bagi masyarakat
nasional suatu negara. Bagi mereka yang semula diatur oleh fiqh Hanafī,
sekarang menerima aturan yan berasal dari semua madzhab yang empat. Pendek
kata, prinsip talfīq telah
dipakai untuk menyesuaikan hukum kepada watak khusus dari masyarakat Muslim
sekarang ini. Dan hal ini merupakan proses tujuan sosial yang baik dan telah
memberikan arti praktis baru dan lebih dalam terhadap sebuah diktum Nabi yang
terkenal:
إختلاف
أمتي رحمة
“Perbedaan di kalangan umatku adalah rahmat.”
Akhirnya, kita harus memahami bahwa mengaplikasikan hukum Islam tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Tantangan dan rintangan, terutama dari
pihak luar selalu ada. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa, semua masyarakat Islam,
baik yang baik yang hidup sebagai masyarakat mayoritas maupun minoritas dalam
suatu negara, mereka selalu mengaplikasikan hukum Islam dalam bidang hukum
keluarga.
Jika kita lihat kecenderungan dan perkembangan hukum di dunia Muslim,
nampak bahwa hukum Islam yang digunakan sekarang adalah kombinasi antara
aliran-aliran hukum yang ada, dan bukan hanya mengacu pada satu aliran
tertentu. Karena metode yang umumnya digunakan oleh pembaharu Islam dalam
menangani isu-isu hukum, masih bertumpu pada pendekatan yang cenderung memilah-milah
dengan menggunakan prinsip takhayyur
(metode yurisprudensi yang karena dalam situasi tertentu dibolehkan
meninggalkan madzhab hukumnya untuk mengikuti madzhab lainnya) dan talfīq. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar