Sabtu, 05 Oktober 2013

Hikmah Sebuah Pengorbanan

Beberapa hari yang lalu, jutaan manusia di seluruh pelosok dunia dengan kesadaran keagamaan yang tulus, kembali mengenang peristiwa keagamaan yang sangat bernilai. Jutaan manusia dari berbagai suku, etnik, bangsa mengumandangkan kalimat takbir, tahlil dan tahmid sebagai manifestasi dari rasa syukur mereka atas segala karunia yang diberikan Allah Swt kepada mereka.

Sementara jutaan yang lain sedang membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah. Menggambarkan keberadaan manusia di hadapan kebesaran Allah. Mereka serempak menyatakan kesediaannya memenuhi panggilan Allah dengan mengumandangkan ucapan “labbaik allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innalhamda wanni’mata laka wal mulk, la syarika lak”. Semua itu adalah untuk mengenang peristiwa agung yang dialami Nabi Ibrahim as dalam rangka bertakarrub kepada Allah Swt.

Sebagaimana kita tahu, ribuan tahun yang lalu di tanah kering tandus, di atas bukit bebatuan, Nabi Ibrahim diuji oleh Allah untuk mengetahui seberapa tingkat keyakinan dan keimanannya. Allah memberikan wahyu kepadanya agar menyembelih puteranya bernama Ismail. Dapat kita bayangkan, betapa perasaan Nabi Ibrahim ketika itu. Lama tidak dikaruniai seorang putera, tetapi begitu baru mendapatkannya justeru diperintahkan untuk menyembelihnya. Namun karena ini perintah Allah, maka meski dengan berat hati, Nabi Ibrahim pun mmelaksanakannya.

Inilah pengorbanan Nabi Ibrahim dan kesabaran Nabi Ismail. Akhirnya Nabi Ismail diganti dengan domba dari surga. Oleh sebab itu, mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari peristiwa agung ini, kaum muslimin disyariatkan untuk mengikuti jejak Nabi Ibrahim yang telah ikhlas lahir batin mengorbankan apa yang dicintainya. Inilah realisasi daripada firman Allah: “Tidak akan engkau mendapat suatu kebajikan sehingga engkau menafkahkan dari apa yang engkau cintai.”
 
Di saat Hari Raya Qurban telah tiba, maka bagi kaum muslimin yang memiliki kelapangan rizki hendaklah mengeluarkan sedikit hartanya untuk berkurban sebagai usaha untuk bertakarrub kepada Allah Swt. Nabi pernah bersabda: “Tidak ada amalan anak adam (manusia) yang lebih dicintai Allah pada hari raya qurban melainkan menyembelih kurban”. Bahkan, dalam lanjutan hadits di atas disebutkan bahwa pahala kurban itu diberikan oleh Allah sebelum darah hewan yang dikurbankan itu menetes ke tanah. Tentunya, pahala semulia itu bisa diperoleh jika kita melaksanakannya dengan hati yang ikhlas.
 
Pada hari-hari ini kita diuji oleh Allah, sebagaiman Allah menguji Nabi Ibrahim. Sejauh mana keimanan dan keta’atan kita kepada Allah. Jika kita lulus dalam ujian, yaitu dengan cara mengorbankan sebagian harta kita, maka kita termasuk orang-orang yang beruntung di sisi Allah. Namun jika kita tidak berhasil, tidak menafkahkan sebagian harta kita, maka kita diancam sebagaimana dalam hadits: “Barangsiapa yang memiliki kelapangan rizki namun tidak menyembelih kurban, maka hendaklah ia mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani.” Hadits tersebut jelas menerangkan kepada kita bahwa meskipun perintah kurban tidak wajib, hanya sunnah muakkad, namun kita tidak boleh menyepelekannya.
 
Jika kita renungkan dalam-dalam, perintah berkurban ini ternyata mengandung suatu pelajaran berharga, bahwa untuk memperoleh kemuliaan dan keridhoan Allah perlu pengorbanan, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Ibrahim. Beliau memperoleh kedudukan begitu tinggi di sisi Allah karena dengan ikhlas berkurban dengan apa yang dicintainya. Begitupun kita, jika kita menginginkan kedudukan yang mulia di sisi Allah, maka salah satu jalannya adalah perlu pengorbanan.
Kita tidak mungkin bisa menunaikan ibadah haji jika kita tidak berani mengorankan sebagian harta benda kita. Kita tidak mungkin dihormati masyarakat jika kita tidak berani mengorbankan tenaga, pikiran dan waktu untuk melayani kebutuhan mereka. Demikian juga agama Islam tidak akan bisa jaya jika kita sebagai masyarakat Islam enggan berkorban untuk menegakkannya.
 
Tanpa pengorbanan, kemuliaan taakkan pernah bisa diraih. Karena jika umat Islam benar-benar cinta kepada Allahdan mau mengambil teladan dari Nabi Ibrahim dan Ismail, maka kita perlu siap berkorban. Jika sebaliknya, maka justeru kita yang akan menjadi korban. Akhirnya... Apakah kita mau berkorban untuk meraih kemuliaan, atau justeru akan menjadi korban karena kelemahan kita sendiri akibat enggan berkorban....?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar