Sabtu, 24 April 2010

Catatan Perjalanan Hidup Sayyid Quthb

Sayyid Quthb adalah salah satu di antara beberapa tokoh Islam yang perlu ditadabburi dalam hal memegang sebuah prinsip. Fase hidupnya tidak terlepas dari proses pencarian sebuah keyakinan. Dimulai dari seorang pegawai sederhana di Departemen Pendidikan, kemudian menjadi sastrawan terkemuka yang akhirnya menjadi seorang pemikir Islam. Keyakinan terhadap prinsip yang kemudian mengantarkannya hidup di penjara bertahun-tahun dan mati di tiang gantungan.

Mengungkap kembali perjalanan hidup Sayyid Quthb merupakan hal yang cukup menarik, karena beliau adalah proses reaktualisasi sejarah seorang da’i yang berjuang melalui pena. Bukan itu saja, bahkan beliau mampu menjadi sebuah fenomena di bidang sastra, khususnya sastra Islam. Setelah bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, ada transformasi sastra dalam setiap tulisannya, nuansa Islami sangat kental dirasakan.

Tulisan sederhana ini mencoba mengulas kembali sepenggal kisah hidup Sayyid Quthb dengan dijadikan tiga bagian; (a) biografi singkat Sayyid Quthb, (b) Sayyid Quthb sebagai seorang sastrawan, serta (c) Sayyid Quthb dan gerakan Ikhwanul Muslimin. Mudah-mudahan kita bisa mentadabburi perjuangan Sayyid Quthb untuk mempertahankan dan memperjuangkan prinsip yang diyakininya.

Biografi Singkat Sayyid Quthb
Sayyid Quthb lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 M, dari rahim seorang ibu sederhana di desa Musyah di bilangan propinsi Asyuth, Mesir. Beliau adalah anak kedua dari empat bersaudara. Anak tertua seorang perempuan, Hamidah Quthb. Muhammad Quthb anak ketiga, dan yang terakhir Aminah Quthb. Sejak kecil mereka telah dikenalkan dengan lingkungan islami dan dibesarkan dengan didikan islami pula. Fathimah, sang ibu selalu menjaga pergaulan anak-anaknya dari lingkungan jahiliyah. Tidak heran, jika dari keluarga ini kemudian lahir para penulis Islam yang handal. Keempatnya pernah membuat satu bunga rampai yang diberi judul al-Atyaf al-‘Arba’ah.

Sebelum genap berusia sepuluh tahun, Sayyid Quthb telah menghafal al-Qur’an sebagaimana harapan ibunya. Dalam bukunya Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an beliau mengatakan, “Harapan ibu yang paling besar terhadapku adalah agar Allah berkenan membuka hatiku, hingga aku bisa menghafal al-Qur’an dan membacanya di hadapan ibu dengan baik. Sekarang saya telah hafal al-Qur’an, dengan demikian saya telah menunaikan sebagian harapan ibu.”

Pada tahun 1918 beliau menamatkan pendidikan dasarnya di desa Musyah. Tahun 1920 beliau kemudian merantau ke Kairo dan tinggal bersama pamannya untuk meneruskan sekolah ke jenjang menengah di Madrasah Abdul Aziz (sekolah guru menengah). Lima tahun setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas di sekolah menengah Darul Ulum. Kemudian pada tahun 1929 Sayyid Quthb terdaftar sebagai mahasiswa di fakultas adab universitas Darul Ulum Kairo, dan tamat pada tahun 1933.

Setelah lulus kuliah, Sayyid Quthb dilantik oleh Departemen Pendidikan menjadi guru madrasah Dawudiyah. Kemudian dipindah di madrasah Dimyath pada tahun 1935. Pada tahun 1936 dipindah lagi ke Helwan. Sejak tahun 1940 sampai 1945 beliau ditarik dari dunia pengajaran dan diperbantukan di kantor Departemen Pendidikan. Pada tahun 1948 beliau mendapat kepercayaan menjadi utusan Departemen Pendidikan Mesir ke Amerika.

Selama dua tahun beliau bermukim di Amerika untuk mempelajari metode pengajaran di Amerika sebagai studi banding dengan sistem pendidikan di Mesir. Tepatnya pada 20 Agustus 1950 Sayyid Quthb kembali ke Mesir dan diperbantukan menjadi pengawas di tehnikal riset Departemen Pendidikan Mesir. Tahun 1952 Sayyid Quthb mengundurkan diri dari tugas kepegawaian dan mulai berkecimpung di dunia pers sambil tetap aktif menulis.

Menginjak usia empat puluh lima tahun, Sayyid Quthb mulai bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, dan pada tahun 1954 beliau dipercaya menjadi pemimpin redaksi majalah resmi Ikhwanul Muslimin. Di tahun yang sama beliau ditangkap bersama dengan beberapa pemimpin Ikhwanul Muslimin dan mendekam di penjara selama dua bulan.

Belum cukup beristirahat, pada tahun 1954 Sayyid Quthb kembali ditangkap oleh pemerintah Mesir dengan tuduhan terlibat usaha pembunuhan terhadap presiden yang berkuasa, Jamal Abdul Naser. Dalam persidangan militer yang dipimpin oleh Jamal Salim yang beranggotakan Anwar Sadat dan Husein Syafi’i, Sayyid Quthb dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Melalui permohonan presiden Irak ketika itu, Abdussalam Arif, Sayyid Quthb mendapat pemotongan masa hukuman (remisi) dan dikeluarkan dari penjara pada tahun 1964.

Pada tanggal 9 Agustus 1965, untuk ketiga kalinya Sayyid Quthb kembali ditahan dengan tuduhan merencanakan kudeta untuk menggulingkan pemerintah dan usaha pembunuhan presiden. Melalui persidangan militer yang dipimpin oleh Fuad al-Dajwa, tanggal 12 Agustus 1965 dijatuhkan hukuman mati untuk Sayyid Quthb yang pelaksanaannya dijadwalkan pada tanggal 21 Agustus 1966.

Mengetahui putusan hakim, banyak pihak yang bersimpati kepada Sayyid Quthb, dan mengirimkan surat permohonan kepada Jamal Abdul Naser untuk memberikan grasi bagi Sayyid Quthb. Bahkan di Pakistan terjadi demo besar-besaran. Demo ini digerakkan oleh berbagai organisasi Islam dengan tujuan meminta presiden Jamal Abdul Naser mencabut kembali tuduhan bagi Sayyid Quthb dan membebaskannya dari hukuman mati.

Para pemimpin negara pun tidak ketinggalan. Di antaranya Raja Faishal dari Saudi Arabia mengirim surat permohonan kepada presiden Jamal Abdul Naser untuk pembebasan Sayyid Quthb. Pada tanggal 28 Agustus 1966 surat permohonan dari Raja Faishal sampai ke tangan pembantu presiden Jamal Abdul Naser, Sami Syaraf. Ketika surat itu akan diberikan, Jamal Abdul Naser menolak, kemudian menginstruksikan kedapa Sami Syaraf, “pancunglah ia di waktu subuh, baru kemudian engkau berikan surat itu kepadaku”.

Di pagi dini hari, tepatnya tanggal 29 Agustus 1966, dalam umurnya yang ke-60 Sayyid Quthb dipancung di penjara militer. Presiden Jamal Abdul Naser kemudian mengirimkan surat permohonan maaf kepada Raja Faishal dan mengabarkan bahwa surat Sang Raja sampai ke tangannya setelah pelaksanaan hukuman.


Bersambung ke: Sayyid Quthb; Seorang Sastrawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar